Sejarah Pemuda Katolik Indonesia
Pro Ecclesia, Et Patria !!!
Tgl 15 November 1945 Lahir
Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) ditengah ramainya
perjuangan dan munculnya organisasi kepemudaan. 12 Desember 1949 dalam
Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) lahir Muda Katolik
Indonesia (MKI). Seterusnya pada Juni 1960 MKI dalam kongres di Solo
diubah menjadi Pemuda Katolik yang diusulkan oleh Munajat (yang pernah
menjadi Delegasi RI ke
Konferensi Meja Bundar). Ketika tahun 1965, saat Partai Komunis
Indonesia (PKI) merajalela, Pemuda Katolik mengubah politik bersama yang
lain. Semua organisasi pemuda berbaju hitam, hanya gambar di belakang
yang membedakannya, salib, kepala banteng, dsb. Dalam masa itu Pemuda
Katolik kesulitan dalam membendung masa PKI. Pemuda Katolik tidak
mempunyai masa banyak. Saat itu orang Katolik jumlahnya belum banyak.
Timbul inisiatif untuk mendidik 50 orang anggota Pemuda Katolik secara
basis Marhaen yang ditempat tersebut terdapat Marhaen. Hasilnya memang
mengejutkan, Pemuda PNI berkembang pesat dengan terjunnya Marhaen
Katolik tadi. Namun sayang bahwa generasi muda Marhaen yang Katolik
sudah tidak sehebat dan sepaham dengan generasi muda pertama dan kedua.
Pada tahun 1922 Pastor Van Lith, dialun-alun Mangkunegara pada suatu pagi menyaksikan Padvinder Pribumi (Pramuka) sedang latihan. Pada saat itu, Pastor Van Lith merenungkan (dari catatan harian beliau) sebagai berikut : Pada
saat ini anak-anak pribumi tampak jinak bagi Pemerintah Hindia
Belanda, akan tetapi besok bila mereka telah dewasa pasti datang saatnya
mereka akan menjadi musuh Pemerintah Belanda. Dan jika hal itu terjadi,
saya akan memihak bangsa Indonesia. Nasib bangsa Indonesia yang
akan datang terletak pada pemuda-pemudanya. Demikian pula nasib Gereja
di Indonesia ini, terletak apada pemuda-pemuda Katolik-nya.
Bulan
Agustus tahun 1923, sejumlah 30 guru bekas murid-murid Kweekschool
(SGB) jaman penjajahan Belanda yang usianya 22 hingga 23 tahun
mendirikan perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-orang Jawa.
Saat itu jumlah orang Katolik di Jawa sekitar 1.000 orang. Bulan
Februari tahun 1925 berdiri Perkumpulan Politik Katolik Jawa. Tahun 1930
organisasi-organisasi politik umat Katolik bersatu menjadi Persatuan
Politik Katolik Indonesia diseluruh Indonesia (Hindia Belanda) sebelum
pecah Perang Dunia II, terdapat 41 cabang. Sejak Proklamasi Kemerdekaan
hingga tahun 1966 Partai Katolik hampir selalu duduk dalam kabinet.
Tahun 1948 hingga 1950 berlaku Kasimo Plan, yaitu rencana produksi
pertanian selama tiga tahun yang dicetuskan oleh Bapak. I.J. Kasimo yang
saat itu menjadi Menteri Muda Kemakmuran. Tanggal 1 sampai 17 Desember
1949 diadakan KUKSI. Dalam KUKSI diputuskan untuk Partai Katolik, yaitu
satu-satunya partai politik di Indonesia bagi umat Katolik.
Tgl 21 Februari 1957, diumumkan adanya Konsepsi Presiden, yaitu ide mengenai Demokrasi Indonesia yang
berdasarkan Gotong-royong. Berdasarkan ide tersebut, dibentuk Dewan
Nasional dan Kabinet Kaki Ampat (terdiri dari Masyumi, NU, PNI, dan
PKI). Mengenai Konsepsi Presiden yang ditawarkan kepada partai-partai
tersebut, NU, PSII, Parkindo, IPKI, PSI menyatakan pikir-pikir dulu,
sedangkan Partai Katolik dan Masyumi dengan tegas menolak. Sejak saat
itu, Partai Katolik dan Masyumi tidak pernah diikutsertakan dalam
Pemerintahan (tidak ikut duduk dalam Kabinet/tidak ada umat Katolik yang menjadi Menteri). Tahun
1948 Ketua Umum Partai Katolik mengalami pergantian. Bapak I.J. Kasimo
digantikan Bapak Frans Seda. Mulai saat ini Partai Katolik
diikutsertakan dalam Pemerintahan lagi. Tgl 30 September 1965timbul
pemberontakan PKI yang kedua, yang menyebabkan Orde Lama (Orla) diganti
dengan Orde Baru (Orba). Bersamaan dengan itu timbul
organisasi-organisasi yang bersifat pejuang politik temporer, yaitu :
Front Pancasila, KAMI, KAPPI, dll.. Sejak saat itu pula umat Katolik
membentuk Front Katolik Tanpa Lubang, yaitu semua umat Katolik termasuk
umat Katolik yang berorientasi Nasionalisme dan masuk dalam
organisasi-organisasi Marhaen (PNI, GMNI, PERWANAR, GSNI, dll) supaya
bersatu melawan gerakan Komunis yang mengadakan pemberontakan. Tgl 5
sampai 8 Desember diadakan Kongres X di Yogyakarta, merupakan Kongres
terakhir Partai Katolik, sebab setelah itu timbul pengelompokan sosial
politik menjadi tiga, yaitu : Golongan Karya Pembangunan, Golongan
Pembangunan Spiritual, dan Golongan Pembangunan Materiil. Kemudian,
dengan adanya Undang-undang No.5 Tahun 1973, ketiga golongan tadi
menjadi GOLKAR, PPP, dan PDI. Secara resmi, Partai Katolik berfusi dalam
Partai Demokrasi Indonesia bersama
dengan PNI, Parkindo, IPKI, dan MURBA. Sejak saat itu kegiatan
berpolitik bagi umat Katolik secara formal terdapat di dalam dua wadah,
yaitu dalam PDI dan GOLKAR. Secara tidak langsung melalui kedinasan ABRI
dan diangkat ke DPR (F-ABRI).
Di
kediaman Bapak I.J. Kasimo, Jl. Sutan Syahril No.33 A Jakarta, tgl 28
Agustus 1928, dilaksanakan misa dengan iringan nyanyian Gregorian untuk
mengenang ibadat perjuangan mendatang (bertepatan dengan pesta Santo
Agustinus) yang dipimpin oleh Mgr. Darius Nggawa (Uskup Larantuka,
Flores). Acara tersebut dihadiri oleh para pengurus Yayasan Kasimo DKI
Jakarta dan sebagian anggota pendiri yayasan, diantaranya Bapak Frans
Seda dan Bapak Wignyasumarsono. Uskup dalam khotbahnya mengatakan : Agustinus
hidup pada jaman peralihan setelah runtuhnya Kekaisaran Roma yang telah
memberikan angin baik dalam perwartaan iman pada masa itu. Kiranya ada
dua hal yang patut kita petik dari tulisan Agustinus, ialah optimisme
dan yakin pasti ada jalan. Inilah dorongan yang memberikan kehidupan
politik gereja pada masa itu, dan hasilnya seperti apa yang kita rasakan
sekarang.
(PSSH)
Fakfak, 10 November 2017
Pro Bono Publico
Komentar
Posting Komentar